PercandianArjuna Dataran Tinggi Dieng. Dataran Tinggi Dieng, merupakan salah satu tempat wisata yang menarik. Selain Gunung Prau yang menawarkan keindahan sunrise, Dieng juga menawarkan wisata sejarah, berupa area candi Hindu beraliran Siwa yang dikenal dengan Kompleks Percandian Arjuna. Di Kompleks berketinggian 2.000 mdpl ini terdapat Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi DiIndonesia Macan tutul jawa hanya hidup di pulau Jawa. Seiring dengan meningkatnya populasi manusia di pulau jawa, maka kebutuhan akan lahan pertanian dan sumber daya alam semakin meningkat. Akibatnya habitat Macan tutul jawa semakin menyusut. Dalam daftar satwa terancam punah IUCN, satwa ini masuk kategori kritis (critically endangered). Salahsatu kewajiban manusia adalah menjaga lingkungan alam. Salah satunya melalui konservasi lingkungan alam. Karena daerah dataran tinggi pada umumnya memiliki udara yang bersih, sejuk, dan segar. Contohnya dataran tinggi Dieng, di Wonosobo Jawa Tengah. 5. Masyarakat Dataran Rendah. Kita harus membiasakan pola hidup bersih dan sehat KawasanDataran Tinggi Dieng yang terletak di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, selama ini memang lebih identik dengan wisata alam, terutama mereka yang gemar dengan keindahan matahari terbit dari balik gunung. Informasisumber daya lokal yang diperoleh pada usahatani sayuran dataran tinggi di dataran tinggi dieng meliput: 1). sumber daya alam, sumberdaya ini meliputi lahan tanam dengan jenis tanah dan lingkungan alam yang sesuai untuk usahatani sayuran dataran tinggi; 2). Sumberdaya manusia meliputi sikap petani yang mendukung DewiRamadhan. 1 Program studi pendidikan geografi, Universitas Negeri Padang e-mail: dewiramadhan46@gmail.com. ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak abrasi pantai terhadap kondisi sosial ekonomi dan kerusakan pemukiman, untuk mengetahui bentuk mitigasi bencana bencana abrasi pantai dan merumuskan strategi pemberdayaan v6nx9pX. Kawasan Dieng yang berada di wilayah Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo, dan Batang merupakan kawasan yang memiliki sejarah geologi panjang Kini, dengan proses geologi yang ada memunculkan belasan kawah dan telaga yang tersebar di sejumlah tempat Meski kini banyak yang dijadikan obyek wisata, tetapi secara rutin Pos Pengamatan Gunung Api Dieng melakukan pemantauan. Sebab, kawah masih memungkinan meletus dan mengeluarkan gas beracun Dengan kekayaan sejarah geologi, kultur dan hayati, Dieng sempat dibicarakan agar supaya menjadi Geopark Kabut dan temperatur dingin menjadi sebuah kewajaran sehari-hari di kawasan Pegunungan Dieng yang berada di perbatasan antara Banjarnegara, Wonosobo, dan Batang, Jawa Tengah. Tidak mengherankan, kalau masyarakatnya juga beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Sarung, penutup kepala, dan di rumah dipastikan mempunyai tungku untuk pemanas sebagai hal yang wajib bagi penduduk Dieng. Tidak hanya alamnya yang indah, Dieng masih menyisakan belasan kawah aktif yang terbesar di tiga kabupaten. Pos Pengamatan Gunung Api Dieng mencatat, di Wonosobo ada kawah Pakuwaja dan Sikendang, kemudian di Batang ada Kawah Gerlang, Wanapriya, Wanasida, Sibanger dan Siglah. Sedangkan paling banyak, kawah masuk wilayah administratif Banjarnegara, meliputi kawah Sinila, Timbang, Candradimuka, Sileri, Pager Kandang, Sikidang, Bitingan, dan Sibanteng. Dalam buku Anne S Troelstra yang terbit tahun 2016 berjudul Bibliography of Natural History Travel Narratives dituliskan bahwa Franz Wilhelm Junghuhn 1909-1864 berkebangsaan Jerman itu telah menjelajah Dieng sekitar tahun 1850-an. Junghuhn sangat berjasa sebagai peneliti dari berbagai perspektif mulai ilmu bumi, vulkanologi, geologi dan botani. Dari awal eksplorasi itulah, kemudian belakangan banyak ahli yang melakukan riset bagaimana terbentuknya kawasan di Dieng. baca Mengapa Embun Beku Dieng Muncul Lebih Dini? Kawasan Kawah Sikidang, salah satu kawah yang masih aktif di pegunungan dieng, Banjarnegara, Jateng. Foto L Darmawan/Mongabay Indonesia Dari referensi di situs resmi Badan Geologi Kementerian ESDM dan Forum Geosaintis Muda Indonesia FGMI menyebutkan, pembentukan pegunungan Dieng berdasarkan umur relatif, sisa morfologi, tingkat erosi, hubungan stratigrafi dan tingkat pelapukan. Dalam pembentukan pegunungan Dieng, ada tiga episode yakni formasi pra pra kaldera, episode kedua kaldera, dan episode ketiga aktivitas gunung api. Pada episode formasi pra kaldera, produk piroklastik Rogo Jembangan menutupi daerah utara dan selatan kompleks, kemungkinan terbentuk pada Kuarter bawah. Kawah Tlerep yang berada di batas timur terbuka ke arah selatan membentuk struktur dome berkomposisi “hornblende” andesit. Krater vulkanik Prau ke arah utara dari Tlerep. Prau vulkanik menghasilkan endapan piroklastik dan lava andesity basaltis. Fase awal ini terjadi letusan besar dari Gunung Dieng yang menimbulkan Depresi Batur sebagai kaldera raksasa dataran tinggi dieng. Sisa morfologi yang paling terlihat adalah dengan adanya morfologi Gunung Prau sebagai salah satu pagar dari kaldera tersebut. Sedangkan episode kedua merupakan aktivitas vulkanik yang berkembang di dalam kaldera. Di antaranya adalah Gunung Bisma, kawah tertua yang terpotong membuka ke arah barat. Kemudian Gunung Seroja dengan usia yang lebih muda dengan tingkat erosi selope yang kurang kuat, lalu Gunung Nagasari merupakan gunung api komposit berkembang dari utara ke selatan berada di Dieng, Kecamatan Batur. Selanjutnya adalah Gunung Palangonan dan Merdada, memiliki kawah ke arah timur, masih memperlihatkan morfologi muda. Ada juga Gunung Pager Kandang yang memiliki kawah pada bagian utara, Gunung Sileri merupakan kawah preatik, Gunung Igir Binem merupakan gunung api strato dengan dua kawah dan disebut sebagai Telaga Warna serta kawasan Gunung Gringo-Petarangan yang berada di daerah depresi Batur. Letusan kedua menimbulkan terbentuknya morfologi tinggian yang menjadi perbukitan kerucut vulkanik dan morfologi rendahan akibat depresi membentuk suatu cekungan. Perbukitan vulkanik yang dihasilkan membentuk beberapa bukit yang sering dikenal sebagai Bukit Sikunir, Gunung Pakuwaja, Gunung Bisma dan Komplek Batu Ratapan Angin. Kemudian dari morfologi rendahan yang dihasilkan terisi oleh air yang membetuk beberapa telaga yang kita kenal sebagai Telaga Warna, Telaga Pengilon, Telaga Menjer, Telaga Cebong, Telaga Merdada, Telaga Dringo, Telaga Sewiwi Sementara pada episode ketiga adalah fase aktivitas gunung api yang menghasilkan lava andesit biotit, jatuhan piroklastik, dan aktivitas hidrotermal. Ada sembilan titik erupsi di kaldera Dieng yang menghasilkan lava dome dan lava flow biotit andesit. Seperti di Sikidang dan Legetang, Pakuwaja, Sikunang, Dome Perambanan dan lainnya. baca juga Purwaceng “Viagra of Java” Hanya Hidup di Dieng. Benarkah? Kawasan datar di wilayah Bukit Pangonan, kawasan dieng, Jateng. Foto L Darmawan/Mongabay Indonesia Para ahli vulkanologi juga mencatat bahwa dataran tinggi Dieng terjadi sejak 3,6 juta tahun yang lalu sampai sekitar tahun silam. Ada fase meletusnya Gunung Prau, kemudian disusul letusan-letusan di wilayah kaldera, serta paling muda mulai tahun lalu berupa letusan kerucut vulkanik di bagian selatan Dieng. Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Surip, mengatakan kawah-kawah yang masih aktif di dataran tinggi Dieng harus terus dipantau oleh pos pengamatan. Ada belasan kawah yang harus dipantau. “Kami memantau kawah-kawah di wilayah tiga kabupaten yakni Batang, Wonosobo, dan Banjarnegara. Laporan harian biasa kami buat,” katanya. Meski ada sejumlah kawah yang dibuka untuk destinasi wisata, tetapi pos pengamatan harus terus melakukan pemantauan, karena kawah tersebut masih tetap aktif. Bahkan, kadang ada letusan meski sifatnya freatik. Kejadian terakhir adalah letusan Kawah Sileri pada April 2018 lalu. Letusan itu kecil, hanya menjangkau sekitar 100-200 meter sekitar kawah. Letusan yang sama terjadi pada 2 Juli 2017 yang membuat sejumlah wisatawan luka-luka. Menurut Surip, yang lebih perlu diwaspadai dari kawah-kawah aktif di dataran tinggi Dieng, adalah gas beracun. Kalau letusannya, sifatnya hanya freatik dan bukan erupsi yang besar. Berdasarkan data dan sejarah letusan, sejumlah kawah di Dieng berkali-laki meletus. Tetapi paling besar dampaknya, berdasarkan sejarah yang tercatat adalah letusan Kawah Sinila yang menyemburkan gas beracun pada 20 Februari 1979. Setidaknya 149 korban meninggal kala itu. menarik dibaca Mengikuti Ritual Pemotongan Rambut Gimbal di Dieng, Ini Ceritanya Pagi di salah satu perbukitan di Kawasan Dieng, Jateng. Foto L Darmawan/Mongabay Indonesia Selain itu, gempa bumi dan letusan yang terjadi di Kawah Sileri pada 1944 menyebabkan 59 orang meninggal, 38 luka-luka dan 55 orang hilang. Korban jiwa juga tercatat ketika terjadi letusan di Kawah Batur pada tahun 1939 dengan korban jiwa 5 orang. Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi PVMBG mencatat sejarah letusan sejak tahun 1450 di Pakuwaja. Selain Pakuwaja, Sinila, Batur, dan Sileri ada beberapa kawah lain yang pernah meletus yakni Sikidang, Siglagak, Candradimuka atau Telaga Dringo, Kawah Dieng Kulon dan Kawah Sibanteng. “Sampai sekarang, gas beracun menjadi salah satu ancaman dari kawah-kawah di Dieng. Sedikitnya ada tiga gas yang keluar dari kawah yakni CO2, H2S dan SO2. Sampai sekarang, kami juga memantau kadar gas yang keluar dari kawah,”jelas Surip. Surip mengatakan masing-masih kawah memiliki kamar magma sendiri-sendiri, sehingga meski berdekatan, kawah yang satu tidak terpengaruh aktivitasnya dengan kawah lainnya. “Telah beberapa kali terjadi, misalnya Kawah Sibanteng meletus, tetapi Kawah Sikidang yang hanya berjarak 100 meter tidak ada persoalan. Sehingga kemungkinan memang masing-masing kawah mempunyai kamar magma yang berbeda. Jadi pengamat di sini harus paham benar masing-masing kawah, karena memiliki karakteristik,”ujarnya. Secara rutin, pos pengamatan terus memberikan informasi kepada para pengelola wisata, khususnya di kawah yang dikunjungi wisatawan. Bahkan, jika ada yang aktif, maka kemungkinan kawah akan ditutup, atau pengunjung tidak boleh mendekat dalam radius tertentu. baca juga Kopi Ini Sukses Satukan Ekonomi, Konservasi dan Mitigasi Kawasan Dieng, Jateng, juga kaya potensi panas bumi. Foto L Darmawan/Mongabay Indonesia Beberapa waktu lalu, sempat muncul ide mengenai kawasan Dieng menjadi Geopark kelas dunia. Bahkan, sejumlah pertemuan pernah melakukan pembahasan soal usulan itu. Meski sampai sekarang belum ada kelanjutannya lagi. Dieng menjadi kawasan yang kaya akan budaya, hayati, dan sejarah geologi. Itulah mengapa banyak pihak yang berharap jika Dieng jadi Geopark dunia. Ketua Pokdarwis Dieng Pandawa Alif Faozi mengungkapkan sebetulnya sudah cukup lama ada ide mengenai Dieng yang akan dijadikan Geopark. “Dan sebenarnya Geopark akan menjadi brand’ yang memiliki kelebihan karena disebut sebagai taman bumi. Bagi kami, tentu sangat mendukung adanya ide tersebut. Hanya saja, perlu ada koordinasi dari seluruh pelaku kepentingan,” katanya. Konsep Geopark di Dieng itu sama dengan misi Dieng Pandawa yang mengusung “sustainable tourism”. “Karena itu saya kira harus diperkuat juga manajemen tata kelola obyek wisata yang ada di Dieng agar bisa saling bersinergi. Jangan sampai belum sinerginya pengelola wisata akan menjadi bumerang bagi brand’ Geopark,” ujarnya. Artikel yang diterbitkan oleh Keunikan budaya dan keadaan alam Kawasan Dataran Tinggi Dieng menjadi daya tarik bagi kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola-pola perjalanan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perjalanan wisata ke Kawasan Dataran Tinggi Dieng saat ini masih terpusat pada zona utama kawasan, yakni objek wisata di sekitar Telaga Warna, Telaga Pengilon dan Candi Arjuna. Pola kunjungan wisatawan yang terbentuk ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis atau karakteristik wisatawan yang berkunjung, daya tarik wisata, aksesibilitas, jasa/pelaku pariwisata serta durasi dan aktifitas. Adapun, sebagian besar kunjungan wisatawan ke Dataran Tinggi Dieng merupakan wisatawan nusantara dan diproyeksikan akan terus meningkat jumlahnya, sementara kunjungan wisatawan mancanegara diproyeksikan terus mengalami penurunan. - Kondisi alam dan iklim berpengaruh pada berbagai hal yang terjadi di dataran tinggi dan dataran rendah. Kondisi alam dan iklim sangat memengaruhi kehidupan penduduk. Keadaan geografis tersebut di dataran rendah dan dataran tinggi cukup memengaruhi berbagai sisi seperti mata pencaharian, pola makan, sampai ke tata pakaian. Termasuk, jenis masalah lingkungan yang dihadapinya pun berlainan. Pengaruh Kondisi Alam dan Iklim di Dataran Rendah Dataran rendah merupakan daerah datar dengan ketinggian yang hampir sama di semua areanya. Adanya dataran rendah membuat kegiatan manusia sehari-hari menjadi gampang dilakukan. Jenis kegiatannya cenderung lebih dataran rendah, banyak orang melakukan kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, hingga industri. Bahkan, tidak jarang sentra bisnis mudah ditemukan di daerah ini. Mata pencaharian penduduk juga beragam mulai dari berdagang, menjadi pegawai, dan dari buku Antara Aku dan Indonesia Kemdikbud 2017, saat masuk musim hujan, sebagian masyarakat mengolah lahan pertanian. Di daerah ini sangat menggantungkan musim untuk bercocok tanam karena lebih sedikitnya sisi berpakaian, umumnya masyarakat memakai pakaian yang lebih tipis. Suhu udara di dataran rendah lebih sering panas seperti halnya di daerah pantai. Rumah pun didesain dengan lebih banyak ventilasi untuk menurunkan suhu tinggi dan memakai genting itu, dataran rendah juga lebih kerap bermasalah dengan banjir. Penyebabnya banyak lahan yang diubah menjadi pemukiman yang membuat area resapan air berkurang sosial yang kerap menjangkiti dataran rendah antara lain pengangguran, polusi, dan penyakit masyarakat lain. Dan, di Indonesia, rata-rata pusat aktivitas penduduk terdapat di dataran rendah dibandingkan pantai atau dataran tinggi. Pengaruh Kondisi Alam dan Iklim di Dataran Tinggi Berbeda dengan dataran tinggi, wilayah ini adalah daerah yang memiliki sistem pegunungan tersusun memanjang dan masih aktif. Tanahnya cenderung subur, memiliki udara sejuk, air masih melimpah pada kondisi hutan yang terjaga, hingga alamnya balik lebatnya hutan di dataran tinggi, memiliki fungsi sebagai penangkap air hujan catchment area. Air ini berguna mencukupi kebutuhan di wilayahnya dan sekaligus mencegah bencana banjir di daerah bawah dari dataran tinggi juga berguna untuk menahan erosi. Alam di dataran tinggi sering pula dijadikan tujuan wisata dan sekaligus tempat perlindungan flora fauna seperti cagar alam atau suaka kondisi alam dan iklim yang ada, maka dengan curah hujan tinggi maupun suhu dingin, pola makan dan cara berpakaiannya berbeda dengan masyarakat dataran rendah. Masyarakat cenderung memilih makanan yang dapat menghangatkan badan. Berpakaian pun memiliki yang lebih tertutup dan itu, bangunan di dataran tinggi memiliki sedikit ventilasi dan atap dari seng. Penggunaan seng untuk menyerap panas matahari sehingga lebih hangat saat berada di dalam rumah di dataran tinggi umumnya menyebar mengikuti lereng. Mereka hidup berkelompok terutama di daerah yang lahannya subur dan cenderung datar. Meski demikian, pekerjaan masyarakat di dataran tinggi tidak melulu menjadi pekerjaan di dataran tinggi selain petani antara lain buruh, pedagang hasil bumi, jasa pariwisata, peternak, hingga pengrajin. Potensi bisnis di daerah tersebut cukup beragam. Misalnya, adanya perkebunan dan keadaan alam yang memikat, menjadi magnet untuk pengembangan sektor pariwisata. - Pendidikan Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Ibnu Azis ArticlePDF AvailableAbstractKeunikan budaya dan keadaan alam Kawasan Dataran Tinggi Dieng menjadi daya tarik bagi kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola-pola perjalanan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perjalanan wisata ke Kawasan Dataran Tinggi Dieng saat ini masih terpusat pada zona utama kawasan, yakni objek wisata di sekitar Telaga Warna, Telaga Pengilon dan Candi Arjuna. Pola kunjungan wisatawan yang terbentuk ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis atau karakteristik wisatawan yang berkunjung, daya tarik wisata, aksesibilitas, jasa/pelaku pariwisata serta durasi dan aktifitas. Adapun, sebagian besar kunjungan wisatawan ke Dataran Tinggi Dieng merupakan wisatawan nusantara dan diproyeksikan akan terus meningkat jumlahnya, sementara kunjungan wisatawan mancanegara diproyeksikan terus mengalami penurunan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Zam Zam Masrurun, Dyah Meutia Nastiti zamzammasrurun Abstract The uniqueness and nature beauty of Dieng Plateau has attracted tourist visit from local to overseas. This research is aimed to identify travel patterns in Dieng Plateau. The result here shows that Dieng Plateau travel patterns are yet centralized in core zone area which are located in the surrounding tourist object near Warna Lake, Pengilon Lake, and Arjuna Temple. These formed travel patterns is affected by several factor such as the type and characteristics of tourist, tourism site attractiveness, accessibilities, tourism actors and services also duration and activities. As for, most of the tourist visit to Dieng Plateau was identified as a domestic tourist that has projected to increase in the following years. In contrast with that, overseas tourist is projected to be decreased continually. Keywords travel pattern, tourism, Dieng Plateau Abstrak Keunikan budaya dan keadaan alam Kawasan Dataran Tinggi Dieng menjadi daya tarik bagi kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola-pola perjalanan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perjalanan wisata ke Kawasan Dataran Tinggi Dieng saat ini masih terpusat pada zona utama kawasan, yakni objek wisata di sekitar Telaga Warna, Telaga Pengilon dan Candi Arjuna. Pola kunjungan wisatawan yang terbentuk ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis atau karakteristik wisatawan yang berkunjung, daya tarik wisata, aksesibilitas, jasa/pelaku pariwisata serta durasi dan aktifitas. Adapun, sebagian besar kunjungan wisatawan ke Dataran Tinggi Dieng merupakan wisatawan nusantara dan diproyeksikan akan terus meningkat jumlahnya, sementara kunjungan wisatawan mancanegara diproyeksikan terus mengalami penurunan. Kata kunci Pola Perjalanan; Pariwisata; Kawasan Dataran Tinggi Dieng Shirvano Consulting, Blunyah Rejo TR II No. 805, Jetis, Kota Yogyakarta 55241, Indonesia 2 Shirvano Consulting, Blunyah Rejo TR II No. 805, Jetis, Kota Yogyakarta 55241, Indonesia Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Pendahuluan Dieng merupakan daerah dataran tinggi yang berada di Jawa Tengah dan terletak diantara dua wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Berada di ketinggian lebih dari 2000 meter diatas permukaan laut mdpl, keunikan budaya dan keadaan alam yang indah menjadikan kawasan Dataran Tinggi Dieng sebagai obyek wisata yang diminati wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Daya tarik wisata di Dataran Tinggi Dieng berupa wisata alam seperti bukit sunrise dan telaga warna, atraksi budaya berupa tradisi masyarakat seperti ritual/upacara ujungan dan ruwat rambut gembel, serta pariwisata budaya berupa situs purbakala kompleks candi Hindu sebagai ikon pariwisata di Dieng. Secara historis, sejak abad VII Masehi sebelum masuknya agama islam, Dieng pada masa lampau merupakan salah satu pusat peradaban Hindu. Menurut Soehadha 2013348, keberadaan situs Candi Arjuna menjadi bukti bahwa pada abad VII kawasan Dieng adalah salah satu pusat peradaban Hindu di Jawa. Dieng dikenal sebagai kawasan bersuhu dingin dan menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional KSPN. Kawasan dataran tinggi Dieng ini merupakan ikon serta menjadi kawasan poros sebagai penarik dan penggerak bagi kawasan wisata disekitarnya Andriyani, 2009 3. Menurut Wahyudi 2010 4, sejak memasuki pasar wisata global pada tahun 1970 Dieng telah memiliki positioning sebagai the Nepal of Indonesia, karena memiliki bangunan candi-candi Hindu, serta letaknya di tengah hutan pegunungan yang lebat dan berhawa sangat dingin. Sejak saat itu wisatawan mancanegara mulai mengunjungi kawasan Dieng, terutama wisatawan mancanegara yang datang ke Yogyakarta akan menetapkan Dieng sebagai salah satu tujuan kunjungan, disamping Borobudur, Prambanan dan Surakarta. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk dapat diketahui pola-pola kunjungan wisatawan dalam berkunjung ke dataran tinggi Dieng. Hal tersebut disebabkan oleh karena berkembangnya pariwisata di kawasan Dataran Tinggi Dieng tentu memberikan dampak yang luas dan signifikan bagi masyarakat. Oleh karena itu, kajian mengenai pola perjalanan berikut diharapkan dapat mendorong pengembangan model pola perjalanan, sehingga meningkatkan lama tinggal wisatawan dalam berkunjung ke dataran tinggi Dieng. Tinjauan Pustaka Menurut Prakoso 2016, Travel Pattern atau pola perjalanan wisata adalah suatu pola perjalanan yang disusun melalui identifikasi, pemetaan potensi, keanekaragaman daya tarik wisata, serta fasilitas pendukung, aksesibilitas, dan lama tinggal serta jarak menuju suatu daya tarik wisata. Penyusunan pola perjalanan juga telah diatur pada Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Pasal 5 Ayat 1. Maksud dari penyusunan atau perencanaan pola perjalanan wisata yaitu a Pola perjalanan yang disusun dalam rangka memfasilitasi motivasi kunjungan wisatawan ke suatu kawasan wisata yang berkonsep kelanjutan misalnya desa wisata, b Melalui identifikasi dan pemetaan potensi dan keanekaragaman daya tarik wisata kawasan tersebut dan/ atau kombinasinya dengan daya tarik wisata lain sebagai “pengikat” ataupun komplementer, c Dilengkapi dengan identifikasi terhadap aktifitas Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng kunjungan, fasilitas pendukung, dan aksesibilitas, serta ilustrasi lama tinggal serta jarak menuju suatu daya tarik wisata untuk memberikan gambaran rencana perjalanan bagi wisatawan. Komponen dari pola perjalanan diantaranya menurut Prakoso 2016, ialah 1 Daya tarik wisata, yakni segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, 2 Aksesibilitas atau sarana dan prasarana adalah semua jenis sarana prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi pariwisata transportasi darat, laut, udara, penyeberangan, 3 Jasa atau pelaku pariwisata, yakni unsur pelaksana atau jasa terkait yang berfungsi sebagai operator pelayanan kebutuhan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata tour operator, pemandu wisata, pengelola usaha transportasi, dan lain sebagainya, 4 Durasi dan aktifitas, yakni rentang waktu diperlukan dan aktifitas yang dilakukan wisatawan dalam melakukan kunjungan perjalanan wisata atau program kegiatan. Metode Penelitian Lokasi pada penelitian ini berada pada Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng yang berada pada wilayah administratif Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui pola-pola perjalanan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Teknik pengumpulan data dan informasi yang di lakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, wawancara mendalam dan studi pustaka. Teknik analisis data menggunakan triangulasi data berdasarkan observasi di lapangan, wawancara mendalam kepada pengelola-pengelola usaha perjalanan wisata di kawasan, serta studi literatur. Hasil dan Pembahasan Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Dataran Tinggi Dieng Wisatawan yang berkunjung ke Kawasan dataran tinggi Dieng terdiri atas wisatawan mancanegara dan nusantara. Adapun jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara wisnus maupun wisatawan mancanegara wisman dalam kurun waktu lima tahun terakhir cenderung fluktuatif. Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Jumlah Wisnus Disparbud Wonosobo, 2018 Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Jumlah Wisman Disparbud Wonosobo, 2018 Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Jumlah wisatawan nusantara meningkat pada tahun 2016 dan 2018, namun menurun pada tahun 2017. Sementara itu, jumlah wisatawan mancanegara cenderung mengalami penurunan dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Proyeksi Laju Pertumbuhan Wisatawan ke Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng Jumlah kunjungan wisatawan di atas menjadi dasar dalam melakukan proyeksi jumlah kunjungan wisatawan dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan. Jumlah kunjungan wisatawan teridentifikasi dari jumlah wisatawan yang mengunjungi objek-objek wisata di kawasan dataran tinggi Dieng yaitu Dieng Plateau Theater, Lembah Dieng dan Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Adapun jumlah wisatawan tersebut per tahun secara time series ditunjukkan sebagai berikut. Gambar 3. Grafik Perbandingan Wisnus dan Wisman Disparbud Wonosobo, diolah, 2019 Jumlah wisatawan eksisting tersebut diproyeksikan dengan menghitung laju pertumbuhan wisatawan selama empat tahun. Pertumbuhan tersebut menjadi dasar dalam memproyeksikan jumlah wisatawan beberapa tahun berikutnya. Berikut adalah hasil proyeksi jumlah wisatawan dalam jangka waktu 10 tahun kedepan dengan skenario mengikuti tren. TABEL I. Proyeksi Jumlah Wisatawan Nusantara Sumber Analisis, 2019 TABEL II. Proyeksi Jumlah Wisatawan Mancanegara Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Sumber Analisis, 2019 Berikut adalah perbandingan dari proyeksi jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara. Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Jumlah Wisman Analisis, 2019 Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Jumlah Wisman Analisis, 2019 Berdasarkan hasil proyeksi tersebut didapatkan bahwa wisatawan nusantara dalam kurun waktu 10 tahun yaitu hingga tahun 2030 akan bertambah. Laju pertumbuhan wisatawan yaitu 10,3% per tahun. Namun, wisatawan mancanegara diproyeksikan akan mengalami penurunan. Proyeksi tersebut merupakan proyeksi yang dilakukan berdasarkan tren yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan 2015 - 2018. Daya Tarik Wisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng Kawasan dataran tinggi Dieng memiliki daya tarik wisata yang terdiri dari atraksi alam, budaya dan buatan. Daya tarik wisata menjadi modal utama dalam pengembangan pariwisata. Daya tarik wisata kawasan Dataran Tinggi Dieng dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakteristik yang dimiliki masing-masing objek wisata. Adapun kesamaan atraksi tersebut diidentifikasi berdasarkan aktifitas yang dapat dilakukan wisatawan dan lokasi tujuan atau perjalanan. Adapun jenis-jenis daya tarik wisata Dataran Tinggi Dieng yaitu a Wisata alam, b Wisata budaya, c Agrowisata, d Desa wisata, e Wisata buatan, dan f Wisata minat khusus. Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Atraksi wisata di kawasan Dataran Tinggi Dieng secara eksisting terkumpul di zona utama kawasan wisata ring 1 kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng yaitu Tuk Bimalukar, Wanawisata Petak 9, Telaga Warna, Telaga Pengilon, Dieng Plateau Theater, Batu Pandang Ratapan Angin, Telaga Cebong, Bukit Sikunir, Candi, Museum Kailasa dan Kawah Sikidang, serta objek daya tarik wisata yang berkembang pada wilayah-wilayah disekitar kawasan seperti Kawasan Telaga Menjer, Agrowisata Perkebunan Teh, Desa-desa Wisata, hingga perkembangan wisata minat khusus seperti paralayang dan tubing river di daerah di luar kawasan Dataran Tinggi Dieng. Konektivitas, Moda dan Sistem Transportasi Kawasan Dataran Tinggi Dieng Kemudahan aksesibilitas menjadi salah satu aspek yang paling penting dalam pengembangan kawasan pariwisata. Akses yang mudah akan menarik wisatawan lebih banyak sehingga jumlah kunjungan dapat meningkat. Kemudahan akses ini dapat diidentifikasi dari keberadaan jalan eksisting, sarana pelengkap jalan, dan ketersediaan moda transportasi untuk mengakses lokasi. Akses menuju kawasan Dataran Tinggi Dieng dapat dilalui melalui berbagai rute dan jarak tempuh menggunakan transportasi umum darat dan udara yaitu 1 Melalui jalur kereta api, jarak ke stasiun a Dieng – Stasiun Purwokerto yakni dengan jarak 116 kilometer km, b Dieng – Stasiun Tugu Yogyakarta berjarak 112 km; 2 Melalui jalur udara yaitu pesawat, jarak ke bandara a Dieng – Bandara Adisucipto dengan jarak 117 km, b Dieng – Bandara Adisumarmo berjarak 147 km, c Dieng – Bandara Ahmad Yani memiliki jarak 113 km; 3 Melalui jalur darat bus, jarak ke terminal a Dieng – Terminal Mendolo Wonosobo memiliki jarak 29 km, b Dieng – Terminal Jombor Yogyakarta memiliki jarak 107 km, c Dieng – Terminal Magelang memiliki jarak 70 km, d Dieng – Terminal Bus Tingkir Jalan Raya Salatiga-Solo = ±95 km. Gambar 7. Peta Aksesibilitas Menuju Dataran Tinggi Dieng dari Berbagai Daerah Analisis Penulis, 2019 Kemudahan aksesibilitas kawasan Dataran Tinggi Dieng akan berpengaruh pada integrasi antar objek wisata, aksesibilitas yang mudah dan memadai diperlukan agar kawasan pariwisata dapat saling terintegrasi. Akses jaringan jalan menuju Dataran Tinggi Dieng dilalui oleh jalan Provinsi Jawa Tengah yang tersambung hingga ke Kabupaten Banjarnegara. Jalan utama berupa jalan provinsi ini kemudian bercabang ke jalan-jalan kabupaten dan jalan desa untuk menuju ke berbagai objek wisata yang letaknya tidak di sepanjang jalan provinsi. Kondisi jalan tersebut sudah beraspal dan dapat dilalui dengan mudah. Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Gambar 8. Peta Jaringan Jalan Kawasan Dataran Tinggi Dieng Analisis Penulis, 2019 Pola Perjalanan Wisatawan ke Kawasan Dataran Tinggi Dieng Pola perjalanan yang terbentuk di Kawasan dataran tinggi Dieng diidentifikasi berdasarkan hasil observasi lapangan oleh tim dan paket-paket perjalanan eksisting dari pelaku usaha wisata. Hasil ini juga sudah mencakup aspek-aspek observasi yang mempertimbangkan daya tarik wisata, aksesibilitas, jasa/pelaku pariwisata serta durasi dan aktifitas. Pola perjalanan wisatawan ke Dataran Tinggi Dieng saat ini masih berfokus pada objek-objek wisata di Ring 1 satu yakni Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng seperti Telaga Warna Telaga Pengilon TWTP, Bukit Sikunir, Telaga Cebong, Candi Arjuna, Kawah Sikidang, Dieng Plateau Theater, Batu Pandang Ratapan Angin maupun Perkebunan Teh Tambi dan beberapa objek lainnya apabila waktu perjalanan cukup panjang. Berikut adalah beberapa pola perjalanan wisatawan menurut estimasi waktu kunjungan 1 Sikunir – Candi Arjuna Dieng – Kawah Sikidang – TWTP – Batu Pandang dalam satu hari perjalanan wisata; 2 Gunung Prau – Candi Arjuna – Kawah Sikidang – TWTP – Batu Pandang dalam satu hari perjalanan wisata; 3 Gardu Pandang Tieng - Candi Arjuna Dieng - Kawah Sikidang – DPT – TWTP – Batu Pandang dalam satu hari perjalanan wisata; 4 Gardu Pandang Tieng – Candi Arjuna – Kawah Sikidang – TWTP – Sunrise Sikunir – Telaga Cebong – Telaga Menjer – Tambi – Batu Pandang dalam perjalanan lebih dari satu hari wisata; 5 Gardu Pandang Tieng - Candi Arjuna – Kawah Sikidang – TWTP – Sunrise Gunung Prau - Telaga Cebong – Telaga Menjer – Batu Pandang dalam perjalanan lebih dari satu hari wisata; 6 Gardu Pandang Tieng - Candi Arjuna – Kawah Sikidang – DPT – TWTP - Sunrise Sikunir - Telaga Cebong – Telaga Menjer – Batu Pandang dalam perjalanan lebih dari dua hari wisata; 7 Museum Kailasa - Candi Arjuna – Kawah Sikidang – DPT – TWTP –Sunrise Sikunir - Telaga Cebong – Telaga Menjer – Tambi – Batu Pandang – Sumur Jalatunda – Kawah Sileri – Telaga Merdada dalam perjalanan lebih dari tiga hari wisata. Berdasarkan identifikasi berbagai pola perjalanan, didapatkan bahwa sebagian besar perjalanan wisatawan masih terpusat pada ring 1. Ring 1 yang dimaksud adalah zona utama di Kawasan Dataran Tinggi Dieng di sekitar Telaga Warna Telaga Pengilon dan Candi Arjuna. Objek-objek wisata lain juga menjadi tujuan wisata namun tidak menjadi tujuan utama. Gambar 9. Pola Perjalanan Wisatawan Dataran Tinggi Dieng Analisis, 2019 Adapun simpulan dari pola perjalanan wisatawan Kawasan Dataran Tinggi Dieng digambarkan dalam gambar 9 pada peta di bawah. Warna merah menunjukkan pusat wisata dan warna abu-abu menunjukkan objek-objek wisata lain yang juga dikunjungi wisatawan disamping objek wisata utama. Volume 5, Nomor 1, Januari 2021 Journal of Tourism and Creativity P-ISSN 2549-483X E-ISSN 2716-5159 Pola Perjalanan Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Warna abu-abu menunjukkan objek wisata yang umumnya dikunjungi apabila pola perjalanan lebih dari satu hari. Kesimpulan Dataran tinggi Dieng menunjukkan perkembangan perjalanan wisatawan yang cukup signifikan. Jumlah kunjungan dan proyeksi pada kunjungan wisatawan nusantara mengalami peningkatan. Namun, tidak terjadi pada jumlah dan proyeksi kunjungan wisatawan mancanegara. Perkembangan daya tarik juga menunjukkan keberagaman atraksi dan lokasi di luar kawasan dataran tinggi Dieng. Perkembangan dan pola perjalanan wisatawan yang terbentuk ke kawasan dataran tinggi Dieng juga dipengaruhi oleh jenis wisatawan yang berkunjung, yakni sebagian besar kunjungan adalah wisatawan nusantara. Pola kunjungan wisatawan saat ini masih terpusat pada zona utama kawasan, yakni objek wisata di sekitar Telaga Warna Telaga Pengilon dan Candi Arjuna. Daftar Pustaka Andriyani, D. 2009. Potensi dan Pengembangan Wisata Alam dan Budaya Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo 2019. Data Jumlah Wisatawan Kabupaten Wonosobo 2018 Kementerian Pariwisata. 2010. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor Pasal 5 Ayat 1 Prakoso, A. A. 2016. Environment Impact Assesment. Modul Perkuliahan. Program Studi Pariwisata Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta Soehadha, M. 2013. Ritual Rambut Gembel Dalam Arus Ekspansi Pasar Pariwisata. Walisongo Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 212, 347-364 Wahyudi. 2010. Kajian Kerja Sama Daerah Dalam Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng. Tesis. Universitas Diponegoro ResearchGate has not been able to resolve any citations for this dan Pengembangan Wisata Alam dan Budaya Dataran Tinggi Dieng di WonosoboD AndriyaniAndriyani, D. 2009. Potensi dan Pengembangan Wisata Alam dan Budaya Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo 2019. Data Jumlah Wisatawan Kabupaten Wonosobo 2018Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata NomorKementerian PariwisataKementerian Pariwisata. 2010. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor Pasal 5 Ayat 1Environment Impact Assesment. Modul Perkuliahan. Program Studi Pariwisata Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta SoehadhaA A PrakosoPrakoso, A. A. 2016. Environment Impact Assesment. Modul Perkuliahan. Program Studi Pariwisata Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta Soehadha, M. 2013. Ritual Rambut Gembel Dalam Arus Ekspansi Pasar Pariwisata. Walisongo Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 212, 347-364Kajian Kerja Sama Daerah Dalam Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng. TesisWahyudiWahyudi. 2010. Kajian Kerja Sama Daerah Dalam Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng. Tesis. Universitas Diponegoro

pola hidup manusia di dataran tinggi dieng adalah